Sorong, Wiyai News – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Raja Ampat akhirnya menetapkan pimpinan definitif periode 2014-2019, yang direkomendasikan dari tiga partai politik pemenang pemilu di wilayah bahari ini.
Penetapan pimpinan definintif lembaga legislatif Raja Ampat dalam rapat Paripurna DPRD Raja Ampat tahun 2015 di Waisai, Rabu (14/1). Partai Golkar merekomendasikan, Hendry A. G. Wairara dengan surat keputusan DPP R-1085/GOLKAR/ IX 2014 sebagai ketua DPRD Kabupaten Raja Ampat periode 2014-2019.
Wakil ketua I DPRD Kabupaten Raja Ampat periode 2014-2019 yang merupakan jatah Partai Demokrat, merekomendasikan Abdul Faris Umlati, SE dengan surat keputusan DPP Partai Demokrat nomor : 261/SK/DPP.PD/X/2014. Sebagai Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Raja Ampat periode 2014-2019.
Sementara Wakil Ketua II, DPP Partai NasDem merekomendasikan kepada Yuliana Mansawan dengan surat keputusan DPP Partai NasDem nomor : 1217/ SK/ /DPP-NasDem/ X/ 2014. Sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Raja Ampat periode 2014-2019.
Ketua sementara DPRD Kabupaten Raja Ampat, Renol Bula,SE ketika dikonfirmasi wiyainews.com melalui telepon selulernya, Kamis (15/1) membenarkan agenda penetapan pimpinan definitif itu.
“Senin (19/1) baru kami bawa hasil paripurna DPRD Kabupaten Raja Ampat dalam rangka penetapan pimpinan definitif DPRD ini ke Biro Hukum Provinsi Papua Barat untuk pengurusan penerbitan SK jabatan, staf lagi siapkan administrasi dll,” tulis Renol melalui pesan singkat short message service (SMS) kepada media ini kamis (15/1) siang.
Terkait penetapan Hendry A. G. Wairara sebagai Ketua DPRD Kabupaten Raja Ampat periode 2014-2019, yang juga tersangka dugaan korupsi pengadaan jaring listrik di PLTD Waisai, mendapat tanggapan berbagai kalangan, baik dari lembaga hukum, maupun LSM anti rasuah di Negara ini,
Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pengembangan dan Pembangunan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Cristian Warinusy, SH, Kamis (15/1) melalui telepon selulernya mengatakan, jika Hendry Wairara sudah menyandang hukum sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan jaringan listrik PLTD Waisai maka harus legowo untuk jabatan Ketua DPRD dan fokus menghadapi masalah ini
Seperti contoh calon Kapolri, Komjen Budi Gunawan yang ketika ditetapkan sebagai tersangka maka dengan senang hati menerima status tersebut, meski pada waktu akan membuktikan kebenaran di pengadilan.
Sebagai lembaga anti korupsi kami tetap menentang keras jabatan ketua DPRD Raja Ampat yang direkomendasikan Partai Golkar kepada tersangka koruptor yang mengakibatkan Negara dirugikan Rp 2,1 milyar yang bersumber dari APBD Kabupaten Raja Ampat.
“Saya mengajak teman-teman LSM serta semua lembaga anti rosuah di Sorong Raya untuk mendorong kasus ini ke KPK dan Kejaksaan Agung, supaya Hendri Wairara ditinjau kembali statusnya sebagai Ketua DPRD Raja Ampat periode 2014-2019” ucap Cristian melalui telepon selulernya.
Sementara itu Koordinator Laskar anti Korupsi Indonesia (LAKI) Wilayah Papua dan Papua Barat, DR Ayub Faidiban,SH M.BA ketika diminta tanggapan terkait masalah ini mengatakan, orang yang dipilih untuk memimpin lembaga rakyat terhormat ini, harus pejabat yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, supaya DPRD ini berwibawa dan berperan aktif untuk kepentingan rakyat serta pembangunan di daerah.
LAKI juga mempertanyakan bahwa, tidak ada kader-kader Golkar lain untuk menjabat ketua DPRD Raja Ampat? “Kami akan menyurati Kemendagri dan Partai Golkar untuk segera membatalkan SK dan pelantikan Hendry A. G. Wairara sebagai Ketua DPRD Raja Ampat” tegas Ayub.
“Kalau Hendry Wairara dilantik untuk menjabat ketua DPRD Raja Ampat, maka Robby M. Nauw juga dilantik menjadi ketua DPR Papua Barat” tambahnya.
Seperti diketahui, Ketua DPRD Raja Ampat, periode 2014-2109, Hendri A. G. Wairara dan Bupati, Marcus Wanma ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan jaringan instalasi serta proyek pembangunan PLTD Waisai yang didanai dari APBD Kabupaten Raja Ampat, tahun 2013 lalu.
Penetapan kedua pejabat daerah ini sebagai tersangka korupsi berdasarkan surat perintah penyidikan (Sprindik) nomor : Print-95 dan Print-96 /F.2/Fd.1/08/2013. Akibat kedua pejabat ini, Negara dirugikan 2,1 milyar rupiah. Namun pihak Kejaksaan Agung belum memeriksa kedua pejabat ini. (ARS/WN)
from WiyaiNews http://ift.tt/1x615nS
#papua #wiyainews
No comments:
Post a Comment